Menurut tukang kaba, sebutan dalam
bahasa Minangkabau bagi penutur cerita, dalam salah satu tambo-cerita
historis tentang asal-usul dan silsilah nenek moyang orang Minangkabau
di Sumatera Barat terdapat sebuah kerajaan Pariangan yang dipimpin oleh
Datuak Bandaro Kayo. Ia memiliki saudara seayah bernama Datuak
Ketumanggungan dan Datuak Perpatih Nan Sabatang. Suatu hari, kedua
saudara ini bertemu Datuak Bandaryo Kayo guna membicarakan masalah
kepadatan penduduk di kerajaantersebut. Dalam pertemuan itu disepakati
untuk memindahkan sebagian penduduk kerajaan ke daerah permukiman baru.
Setelah mengetahui daerah-daerah yang akan dijadikan permukiman baru, mulailah pemindahan sebagian penduduk ke tiga arah yakni Utara, Barat, dan Timur. Daerah permukiman baru di sebelah Barat kemudian diberi nama Luhak (daerah) Agam. Daerah sebelah Timur dinamakan Luhak Tanah Datar. Sementara itu, Datuak Sri Maharajo Nan Banego memimpin 50 orang menuju ke arah utara, daerah Payakumbuh. Tempat ini kemudian dikenal dengan nama Luhak 50 koto.