Dharmasraya merupakan nama ibukota dari sebuah Kerajaan Melayu di Sumatera, nama ini muncul seiring dengan melemahnya kerajaan Sriwijaya setelah serangan Rajendra Chola I raja Chola dari Koromandel pada tahun 1025.
Awal Mula Munculnya Wangsa Mauli
Kemunduran kerajaan Sriwijaya akibat serangan Rajendra Chola I, raja dinasti Chola telah mengakhiri kekuasaan Wangsa Sailendra atas Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya. Beberapa waktu kemudian muncul sebuah dinasti baru yang mengambil alih peran Wangsa Sailendra, yaitu yang disebut dengan nama Wangsa Mauli.
Prasasti tertua yang pernah ditemukan atas nama raja Mauli adalah Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand. Prasasti itu berisi perintah Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa kepada bupati Grahi yang bernama Mahasenapati Galanai supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Yang mengerjakan tugas membuat arca tersebut bernama Mraten Sri Nano.
Prasasti kedua berselang lebih dari satu abad kemudian, yaitu Prasasti Padang Roco tahun 1286. Prasasti ini menyebut adanya seorang raja bernama Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa. Ia mendapat kiriman Arca Amoghapasa dari atasannya, yaitu Kertanagara raja Singhasari di Pulau Jawa. Arca tersebut kemudian diletakkan di Dharmasraya.
Dharmasraya
Dharmasraya dalam Pararaton merupakan ibukota dari negeri bhumi malayu. Dengan demikian, Tribhuwanaraja dapat pula disebut sebagai raja Malayu. Tribhuwanaraja sendiri kemungkinan besar adalah keturunan dari Trailokyaraja. Oleh karena itu, Trailokyaraja pun bisa juga dianggap sebagai raja Malayu, meskipun prasasti Grahi tidak menyebutnya dengan jelas.
Yang menarik di sini adalah daerah kekuasaan Trailokyaraja pada tahun 1183 telah mencapai Grahi, yang terletak di selatan Thailand (Chaiya sekarang). Itu artinya, setelah Sriwijaya mengalami kekalahan, Malayu bangkit kembali sebagai penguasa Selat Malaka. Namun, kapan kiranya kebangkitan tersebut dimulai tidak dapat dipastikan, dari catatan Cina disebutkan bahwa pada tahun 1082 masih ada utusan dari Chen-pi (Jambi) sebagai bawahan San-fo-ts'i, dan disaat bersamaan muncul pula utusan dari Pa-lin-fong (Palembang) yang masih menjadi bawahan keluarga Rajendra.
Istilah Srimat yang ditemukan di depan nama Trailokyaraja dan Tribhuwanaraja berasal dari bahasa Tamil yang bermakna ”tuan pendeta”. Dengan demikian, kebangkitan kembali Kerajaan Malayu dipelopori oleh kaum pendeta. Namun, tidak diketahui dengan jelas apakah pemimpin kebangkitan tersebut adalah Srimat Trailokyaraja, ataukah raja sebelum dirinya, karena sampai saat ini belum ditemukan prasasti Wangsa Mauli yang lebih tua daripada prasasti Grahi.
Daerah Kekuasaan Dharmasraya
Dalam naskah berjudul Zhufan Zhi (諸蕃志) karya Zhao Rugua tahun 1225 disebutkan bahwa negeri San-fo-tsi memiliki 15 daerah bawahan, yaitu Che-lan (Kamboja), Kia-lo-hi (Grahi, Ch'ai-ya atau Chaiya selatan Thailand sekarang), Tan-ma-ling (Tambralingga, selatan Thailand), Ling-ya-si-kia (Langkasuka, selatan Thailand), Ki-lan-tan (Kelantan), Ji-lo-t'ing (Cherating, pantai timur semenanjung malaya), Tong-ya-nong (Terengganu), Fo-lo-an (muara sungai Dungun, daerah Terengganu sekarang), Tsien-mai (Semawe, pantai timur semenanjung malaya), Pa-t'a (Sungai Paka, pantai timur semenanjung malaya), Pong-fong (Pahang), Lan-mu-li (Lamuri, daerah Aceh sekarang), Kien-pi (Jambi), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-to (Sunda), dan dengan demikian, wilayah kekuasaan San-fo-tsi membentang dari Kamboja, Semenanjung Malaya, Sumatera sampai Sunda.
San-fo-tsi
Istilah San-fo-tsi pada zaman Dinasti Song sekitar tahun 990–an identik dengan Sriwijaya. Namun, ketika Sriwijaya mengalami kehancuran pada tahun 1025, istilah San-fo-tsi masih tetap dipakai dalam naskah-naskah kronik Cina untuk menyebut pulau Sumatra secara umum. Apabila San-fo-tsi masih dianggap identik dengan Sriwijaya, maka hal ini akan bertentangan dengan prasasti Tanjore tahun 1030, bahwa saat itu Sriwijaya telah kehilangan kekuasaannya atas Sumatera dan Semenanjung Malaya. Walaupun kronik Cina mencatat bahwa pada periode 1079 dan 1088, San-fo-tsi masih mengirimkan utusan.]
Dalam berita Cina yang berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa Kerajaan San-fo-tsi tahun 1082 mengirim duta besar ke Cina yang saat itu di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi (jambi) bawahan San-fo-tsi, dan surat dari putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta menyerahkan pula 227 tahil perhiasan, rumbia, dan 13 potong pakaian. Kemudian dilanjutkan pengiriman utusan selanjutnya tahun 1088.
Sebaliknya, dari daftar daerah bawahan San-fo-tsi tersebut tidak ada menyebutkan Ma-la-yu ataupun nama lain yang mirip dengan Dharmasraya.
Dengan demikian, istilah San-fo-tsi pada tahun 1225 tidak lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan identik dengan Dharmasraya. Jadi, daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut merupakan daftar jajahan Kerajaan Dharmasraya, karena saat itu masa kejayaan Sriwijaya sudah berakhir.
Jadi, istilah San-fo-tsi yang semula bermakna Sriwijaya tetap digunakan dalam berita Cina untuk menyebut Pulau Sumatera secara umum, meskipun kerajaan yang berkuasa saat itu adalah Dharmasraya. Hal yang serupa terjadi pada abad ke-14, yaitu zaman Majapahit dan Dinasti Ming. Catatan sejarah Dinasti Ming masih menggunakan istilah San-fo-tsi, seolah-olah saat itu Sriwijaya masih ada. Sementara itu, catatan sejarah Majapahit berjudul Nagarakretagama tahun 1365 sama sekali tidak pernah menyebut adanya negeri bernama Sriwijaya melainkan Palembang.
Ekspedisi Pamalayu
Dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Pararaton menyebutkan pada tahun 1275, Kertanagara mengirimkan utusan dari Jawa ke Sumatera yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu yang dipimpin oleh Mahisa Anabrang atau Kebo Anabrang, kemudian ditahun 1286 Kertanagara kembali mengirimkan utusan untuk mengantarkan Arca Amoghapasa yang kemudian dipahatkan pada Prasasti Padang Roco di Dharmasraya ibukota bhumi malayu sebagai hadiah dari kerajaan Singhasari dan tim ini kembali ke pulau Jawa pada tahun 1293 sekaligus membawa dua orang putri dari Kerajaan Melayu yakni bernama Dara Petak dan Dara Jingga. Kemudian Dara Petak dinikahkan oleh Raja Raden Wijaya yang telah menjadi raja Majapahit penganti Singhasari, dan pernikahan ini melahirkan Jayanagara, raja kedua Majapahit. Sedangkan Dara Jingga dinikahkan dengan sira alaki dewa ( orang yang bergelar dewa) dan kemudian melahirkan Tuhan Janaka atau Mantrolot Warmadewa yang identik dengan Adityawarman dan kelak menjadi raja Pagaruyung.
Penaklukan Majapahit
Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 menyebut Negeri Melayu sebagai salah satu di antara sekian banyak negeri jajahan Kerajaan Majapahit.\[6] Namun interpretasi isi yang menguraikan daerah-daerah "wilayah" kerajaan Majapahit yang harus menghaturkan upeti ini masih kontroversial, sehingga dipertentangkan sampai hari ini. Pada tahun 1339 Adityawarman dikirim sebagai uparaja atau raja bawahan Majapahit, sekaligus melakukan beberapa penaklukan yang dimulai dengan menguasai Palembang. Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan menyebut nama Arya Damar sebagai Bupati Palembang yang berjasa membantu Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1343. Menurut Prof. C.C. Berg, tokoh ini dianggapnya identik dengan Adityawarman.
Dari Dharmasraya ke Malayapura
Setelah membantu Majapahit dalam melakukan beberapa penaklukan, pada tahun 1347 tahun masehi atau 1267 tahun saka, Adityawarman memproklamirkan dirinya sebagai Maharajadiraja dengan gelar Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Mauli Warmadewa dan menamakan kerajaannya dengan nama Malayapura dan kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Melayu sebelumnya dan memindahkan ibukotanya dari Dharmasraya ke daerah pedalaman Minang (Pagaruyung atau Suruaso). Dengan melihat gelar yang disandang Adityawarman, terlihat dia menggabungan beberapa nama yang pernah dikenal sebelumnya, Mauli merujuk garis keturunannya kepada Bangsa Mauli penguasa Dharmasraya dan gelar Sri Udayadityavarman pernah disandang salah seorang raja Sriwijaya serta menambahkah Rajendra nama penakluk penguasa Sriwijaya, raja Chola dari Koromandel. Hal ini tentu sengaja dilakukan untuk mempersatukan seluruh keluarga penguasa di Swarnnabhumi.
Walaupun ibukota kerajaan Melayu telah dipindahkah ke daerah pedalaman, di Dharmasraya tetap dipimpin oleh seorang Maharaja Dharmasraya tetapi statusnya berubah menjadi raja bawahan, sebagaimana tersebut pada Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah di Kerinci yang diperkirakan pada zaman Adityawarman.
Tahun / Nama Raja / Nama Kota / Arca / Prasasti
Pusat pemerintahan Prasasti, catatan pengiriman utusan ke Tiongkok serta peristiwa 1183 Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa Dharmasraya Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand, perintah kepada bupati Grahi yang bernama Mahasenapati Galanai supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. 1286 Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa Dharmasraya Prasasti Padang Roco tahun 1286 di Siguntur (Kab. Dharmasraya sekarang di Sumatera Barat), pengiriman Arca Amoghapasa sebagai hadiah Raja Singhasari kepada Raja Dharmasraya. 1316 Akarendrawarman Dharmasraya atau Pagaruyung atau Suruaso Prasasti Suruaso di (Kab. Tanah Datar sekarang), dimana Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan yang dibuat oleh raja sebelumnya yaitu Akarendrawarman. 1347 Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa Pagaruyung atau Suruaso Memindahkan pemerintahan ke Pagaruyung atau Suruaso,
Manuskrip pada Arca Amoghapasa bertarikh 1347 di (Kab. Dharmasraya sekarang), Prasasti Suruaso dan Prasasti Kuburajo di (Kab. Tanah Datar sekarang)........
kerajaan sriwijaya walau dapat dikalahkan oleh rajendra tidak lantas runtuh atau bubar. kerajaan sriwijaya tetap berdiri bahkan rajanya sangramawijaya tunggawarman masih menjadi raja sriwijaya. bahkan rajendra ini menikah dengan putri raja sriwijaya . maka srimat trailokyaraja mauli warma dewa ini adalah keturunan sriwijaya dan rajendra.
berdasar data primer sejarah yang ada betuoa prasasti catatan luarvdan kitab kitab sejarah
1. Darmas raya bukanlah kerajaan melainkan kota yang termasuk dalam bumi melayu di pulau suarna bumi.
2. Tribuwana raja mauli warma dewa penguasa bumi melayu itu adalah sangsapurba .
3. Sangsapurba raja palembang itu hampir seluruh bangsawan palembang dan rakyatnya hijrah keluar palembang dalam rangka menghadapi ekspedisi kerta negara. mereka itu
a. Sang maniaka menjadi raja tanjungpura kalimantan.
b. Demang lebar daun dan nila utama ke bintan kemudian kesingapura.
c. Nila pahlawan dan wan empuk ke minang kabaw.
d. krisna pandita dan wan malini ke tanjung pura
e. Sangsapurba dan wan sundari beserta fua putrinya candra dewi dan sri dewi ke Darmasraya. tanjung buih dan suaminya pangeran dari mongol ke palembang bagian hulu.
Putri mahendra dewi kecina menjadi istri kaisar cina. dan terskhir afik drmsng lfbar daun yang tinggal dipalembang
5. setelah 10 thn perang dengan pasukan kerta negara sangsapurba berdamai dan gencatan senjata dengan kerta negara.
6. istri kerta negara dara kencana adalah putri palembang adik demang lebar daun.
maka tidaklah heran jika sangsapurba kemudian menghadiahkan kedua putrinya kepada kerta negara. karena sangsapurba dan kerta negara tidak ada hubungan keluarga.
6. Mustahil rasanya jika istri kerta negara dara kencana anak tribuana raja mauli warma dewa kemudian menghadiahkan lagi anak nya kepada kerta negara. atau istri kerta negara dara kencana itu adik tribuana raja mauli warma dewa rasanya mustahil juga masa tribuwana raja mauli warma dewa menghadiahkan putrinya kepada suami adiknya. tujuan awalnya kedua putri tribuana raja mauli warma dewa itu untuk kerta negara. hanya saja kerta negara keburu tewas.
7. ekdpedisi pamalayu itu adalah perang antara sangsapurba dan kerta negara yang berakhir dengan perdamaian. istri kerta negara adalah adik demang lebar daun / adik ayah mertua sangsapurba. maka sesuatu yang wajar dan sangat masuk akal kemudian sangsapurba memberikan putrinya kepada kerta negara. sebab antara kerta negara dan sangsapurba tidak ada hubungan sama sekali.
sangat tidak benar kerajaan sriwijaya runtuh th 1025 karena serangan rajendra.
tidsklah benar palembang dijalahkan kerajaan mrlayu jambi. daya sangat heran dengan para oenulis aryikel tentang jerajaan darmasrsya tentang kersjasn melayu yg menaklukan palembang. sama sekali tidak ada dasarnya faktanya kerajaan melayu yang disebut dalam prasasti tanjor adakah jersjasn mslayur yang fi hancurkan rajendra. srdangkan palembang tidak pernah diserang rajendra. dslam prasasti tanjor palembang tidak prnh disebut diserang sedangkan sriwijaya yg dimaksud prasasti tanjor adslah kafaram alias kedah bukan palembang. tspi saya heran kok serta merta dikatakan palembang yg hancur dan menyongkir ke kerajaan melayu sehingga melayu menjadi besar. padahal negri melayu alias malayur itulah yang hancur.
orang orang palembang malah ikut pasukan rajendra menghantam sangramawijaya tungga warman di kedah. bangsawan sriwijaya dipalembang ingin mengambil kekuasaan sriwijaya lagi dari sangramawijaya tunggawarman yang terhitung masih keluarga ykni sepupu raja sriwijaya bukit siguntang sampugita/sembiyan . jadi sriwijaya dan palembang tidsk hancur tspi sebsliknya bertsmbah besar kuat dsn maju bahkan sriwijaya palrmbang dapat menghancurkan kerahaan cola di india itu