Twitter

Bundo Kanduang Ibu Sejati Menurut Adat Minangkabau

Author Unknown - -
Home » » Bundo Kanduang Ibu Sejati Menurut Adat Minangkabau



Menurut kabar atau ceritera lisan Minangkabau, Bundo Kanduang adalah nama seorang tokoh wanita yang menurunkan raja-raja Minangkabau, berkedudukan di Istana Pagaruyung. Dalam perkembangan selanjutnya, Bundo Kanduang atau Bunda Kandung menjadi istilah yang berarti ibu sejati yang memiliki sifat-sifat keibuan dan kepemimpinan.Menurut adat Minangkabau ibu adalah tempat menarik tali turunan yang disebut matrilineal. Hal ini mengandung makna agar manusia yang dilahirkan oleh kaum ibu terutama laki-laki, menghormati dan memuliakan ibu tanpa pandang bulu. Kedudukan wanita mendapat tempat yang sangat mulia dan terhormat, dilihat dari ciri khas adat Minangkabau yang diperlakukan kepada wanita antar lain: jika seorang ibu bersuku Piliang, maka anak yang dilahirkan baik laki-laki maupun perempuan harus beruku Paliang sesuai dengan suku ibunya. Demikian pula jika seorang ibu bersuku jambak atau Caniago dan lain-lain, anak-anaknya harus bersuku sama dengan suku ibunya.

Sesuai dengan kedudukan dan peranannya, rumah tempat tinggal diutamakan untuk wanita, bukan laki-laki. Seorang bapak selalu mempunyai cita-cita untuk membuatkan rumah tempat tinggal anaknya yang perempuan, bukan untuk anaknya yang laki-laki. Bahkan menurut adat Minangkabau, sudah merupakan kewajiban yang harus dipenuhi. Hal ini sangat mempengaruhi sistem perkawinan di Minangkabau, dimana setiap terjadi perkawinan si laki-laki menetap di rumah perempuan, sebaliknya apabila terjadi perceraian, laki-laki yang pergi dari rumah, perempuan tetap tinggal.
Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh Bundo Kanduang
Sesuai dengan tugas ibu sebagai pengantara keturunan dan mendidik anak-anak yang dilahirkannya, menurut adat Minangkabau seorang ibu harus memiliki sifat kepemimpinan dan ibu sejati. Hal ini penting karena ibu tempat bertanya, ditiru dan menjadi teladan lingkungan keluarganya. Sifat yang herus dimiliki oleh Bundo Kanduang tidak jauh berbeda dengan sifat pemimpin adat Minangkabau atau penghulu, antara lain:

1. Dalam pergaulan sehari-hari Bundo Kanduang harus mencerminkan sifat-sifat baik dalam berkata-kata        bertingkah laku serta benar dalam perbuatan. Dia harus menjauhi sifat pendusta, sebaliknya selalu berpihak dan menegakkan kebenaran.
2. Mendidik lingkungannya dengan memberi contoh, perbuatan yang jujur, baik dalam berkata-kata, berbicara maupun bertindak.
3. Dapat mengetahui dan membedakan hal yang benar dan yang salah, mengetahui untung rugi pada waktu akan melakukan pekerjaan dan mengambil suatu keputusan. Oleh karenanya seorang ibu harus mempunyai pengetahuan, sekurang-kurangnya pengetahuan tentang agama, pendidikan maupun bidang kewanitaan yang sangat berguna dalam berumahtangga. Untuk mengikuti pergaulan di lingkungan kampung dan nagarinya perlu juga mempunyai pengetahuan tentang adat dan situasi nagarinya.
4. Menurut adat Minangkabau seorang wanita harus pandai berbicara dalam arit fasih mengucapkan kata-kata dan enak didengar. Kepandaian berbicara atau berkata-kata ini sangat perlu bagi pendidikan di dalam rumah tangga, keluarga maupun di lingkungan kaumnya karena merupakan sarana untuk memberikan bimbingan kepada masyarakat, terutama bagi sesama kaum wanita dan anak-anak.
5. Mempunyai sifat rasa malu dalam dirinya sehingga akan mencegah perbuatan yang melanggar adat dan menyimpang dari hukum yang berlaku. Rasa malu merupakan benteng bagi wanita karena dapat menjauhkan sifat dan perbuatan tercela. Menurut adat Minangkabau sifat malu merupakan peran utama dalam kehidupan kaum wanita. Sebaliknya jika kehilangan rasa malu akan membahayakan kehidupan rumahtangga, bahkan membahayakan masyarakat.

Kewajiban paling utama bagi Bundo Kanduang di Minangkabau adalah memelihara anak dan kemenakan, yakni anak-anak dari saudara perempuan suaminya. Memelihara anak dan kemenakan mempunyai ruang lingkup yang luas, yang pada pokoknya menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat yang mungkar atau jahat. Sebagai ibu mempunyai tugas merawat, membimbing, mendidik anak-anaknya sedangkan terhadap kemenakannya berkewajiban membimbing; memberi bantuan serta memperhatikan pendidikannya.

Adapun pakaian Bundo Kanduang menurut adat yang lazim.

1. Tengkuluk
Bagian kepala seorang wanita yang telah diangkat sebagai Bundo Kanduang pada waktu menghadiri upacara adat harus ditutup. Penutup kepala ini disebut tengkuluk yang dipakai dengan cara tertentu sehingga bentuknya menyerupai tanduk kerbau. Tutup kepala tersebut dibuat dari selendang tenunan Pandai Sikek. Di beberapa daerah terdapat beberapa cara memakainya sehingga bentuknya pun bervariasi. Di Kabupaten Agam ujungnya runcing, di Payakumbuh ujung pepat, di daerah Lintau Kabupaten Tanah Datar tanduknya bertingkat dan lain-lain.

2. Baju kurung
Baju yang dipakai oleh Bundo Kanduang dalam upacara adat disebut baju kurung yang melambangkan bahwa ibu tersebut terkurung oleh undang-undang yang sesuai dengan agama dan adat di Minangkabau. Baju kurung ini diberi hiasan sulaman benang emas dengan motif bunga kecil yang disebut tabua atau tabur. Warna baju kurung bermacam-macam menurut darah masing-masing, seperti hitam, merah tua, ungu atau biru tua. Pada lengan kiri, kanan atau pinggir bagian bawah baju diberi jahitan tepi yang disebut minsia, melambangkan bahwa Bundo Kanduang harus selalu berhati lapang, sabar menghadapi segala persoalan. Sedangkan hiasan tabur melambangkan kekayaan alam Minangkabau, warna hitam melambangkan Bundo Kanduang tahan tempa, tabah dan ulet, warna merah melambangkan keberanian dan tanggung jawab.

3. Kain sarung atau kodek
Kain sarung yang dipakai oleh Bundo Kanduang dibuat dari kain balapak atau songket tenunan Pandai Sikek, Padang Panjang. Kain sarung ini berhiaskan benang emas atau perak dengan motif bunga, daun atau garis-garis geometris. Sedangkan tepinya dihiasi motif pucuk rebung. Kain sarung dipakai sebatas mata kaki melambangkan bahwa Bundo Kanduang harus mempunyai rasa malu, kesopanan, ketaatan beragama tetapi mudah melangkah. Hiasan tabur pada kain serung melambangkan pengetahuan Bundo Kanduang sebanyak bintang di langit, motif pucuk rebung melambangkan inisiatif dan gerak dinamis masyarakat Minangkabau.

4. Selendang
Setelah memakai baju kurung, di atas bahu kanan dipakai selendang atau selempang dari kain songket yang disebut kain balapak buatan Pandai Sikek. Cara memakainya di selempangkan dari bahu kanan ke bawah tangan kiri, melambangkan tanggung jawab yang dibebankan di pundak Bundo Kanduang, yang harus dilaksanakan dengan baik.


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Bundo Kanduang merupakan figur ibu sejati yang sangat diharapkan dan sangat berperan dalam masyarakat Minangkabau. Tidak semua wanita atau semua ibu mempunyai predikat Bundo Kanduang karena harus memiliki beberapa kriteria dan persyaratan tertentu yang digariskan menurut agama dan adat Minangkabau. Sebaliknya kaum ibu yang disebut Bundo Kanduang sangat dihormati dan dimuliakan. Kedudukan dan peranannya dalam adat sangat besar. Karena status tersebut, Bundo Kanduang mempunyai batas-batas yang digariskan oleh adat dalam berbuat, bertindak dan bertingkah laku. Gambaran Bundo Kanduang ini diwujudkan pula dalam pakaian adat yang dipakai dalam upacara tertentu, yang penuh dengan lambang dan makna.

Sayang sekali jika hal ini tidak diketahui oleh generasi muda, khususnya pendukung kebudayaan bersangkutan karena berarti tidak mengenal dan mencintai nilai budaya nenek moyang.

Artikel Terkait: