Ciri khas masyarakat Minangkabau adalah Islam dan adat yang bersendikan syara – syara’ bersendi kitabullah. Maanta pabukoan sebuah tradisi yang sudah tidak jelas lagi batas antara kewajiban adat dengan budaya. Banyak kegiatan khazanah budaya di Minangkabu yang dilaksanakan dengan sangat islami dan minangkabau. Sebagai bagian dari keberagamaan dan keber adatan, maka – maanta pabukoan – ini hingga ini masih tetap ada. Ramadhan adalah bulan suci, yang dirindukan dan dinantikan kedatangannya oleh siapapun juga. Pada saat memasuki bulan ramadhan, masyarakat melaksanakan tradisi ” balimau ” yang mengandung makna tentang kesiapan mental seseorang dalam menjalani ibadah puasa dengan cara mensucikan diri dari segala hadas melalui mandi gadang (balimau) atau mandi junub. Pada masa bulan ramadhan itu, para keluarga akan melakukan amalan berupa pemberian anatar makanan kepada kaum kerabat yang dihormati oleh keluarganya.
Perhatikanlah masih ada wanita paruh baya dengan bungkusan besar yang dijunjungnya serta di tangan kanannya masih terjinjing sebuah rantang alumunium berjalan menuju kerumah mertua/kerabat suaminya. Bagi pasangan muda lebih-lebih pengantin baru, dengan raut wajah dan dandanan kebaya serta pakaian muslim berkunjung kerumah mertuanya dengan penuh kegembiraan.
Meski saat ini tradisi “ ma anta pabukoan “ tidak lagi sekental suasana puluhan tahun lalu, namun pemandangan yang ini dikenal sebagai tradisi ‘ma anta pabukoan’ atau mengantarkan makanan ke rumah sanak keluarga terutama ke tempat mertua, masih merupakan tradisi ‘wajib’. Tradisi ‘ma anta pabukoan’ di berbagai daerah di Sumbar sangat beragam sebutannya, ada yang menyebutnya dengan “menganta konji” (mengantar penganan kolak), “babuko basamo jo mintuo” (berbuka bersama mertua) dan lain sebagainya. Baik ‘ma anta pabukoan’ maupun ‘manganta konji’ tujuannya tetap sama yaitu mendekatkan silaturahmi antara keluarga, anak dengan orang tua, cucu dengan nenek dan istri dengan mertua.
Riwayat tradisi ma anta pabukoan :
Tradisi maaanta pabukoan sama lamanya dengan pelaksanaan Adat Perkawinan. Ma anta pabukoa merupakan bentuk silaturahmi antar dua keluarga yang eksogami. Seperti kita ketahui, bahwa adat perkawinan minangkbau menganut “ perkawinan eksogami. Seorang suami akan tinggal di rumah keluarga istri, selama perkawinan berlanngsung sesuai dengan adat perkawinan. Akan tetapi dalam pekawinan itu, mereka tidak membetuk keluarga batih (inti) yang baru. Hal tersebut tentunya, tidak terlepas dari sistem ‘matrilinial’ di mana garis keturunan justru berasal dari pertalian darah si perempuan. Ketika ia menjadi “ seorang sumando “ dirumah keluarga isterinya, terkadang ia sulit bisa meluangkan waktu bisa bertemu dengan orang tuanya walaupun terkadang masih berada di kota yang sama.
sesungguhnya kesempatan ‘ma anta pabukoan’ merupakan saat yang tepat bagi sang menantu mengambil hati mertua. Seorang mertuapun akan merasakan kebahagian dan kebanggaan tersendiri apabila menantu dan anak tiba di rumah. Ditambah lagi bila rantang dan bungkusan sang menantu penuh makanan dan beragam kue.
Kebahagian orang tua itu akan lebih penuh lagi, bila sang menantu santun pada mertua, pandai melayani suami dan penyayang terhadap anaknya. Seorang padusi yang berkedudukan sebagai menantu harus rajin membantu mertua dan tidak boleh hanya duduk saja bersama suami dan anaknya, ketika ia bertandang kerumah mertuanya
Meskipun sang ibu mertua biasanya akan berbasa-basi, agar menantu jangan ikut menyiap kan menghidangkan makanan dan minuman yang dibawanya pada saat ma anta pabukon tadi untuk menguji sampai di mana rasa hormat dan penghargaan menantu terhadap mertuanya . Demikian pula pada saat makan bersama, sebaiknya pula ia hanya mencoba dan mencicipi ala kadarnya. Ujian lain yang harus diperhatikan seorang menantu, adalah ia harus bersiap mencuci piring dan membersihkan semua bekas makanan bila telah selesai bersantap.
Waktu pelaksanaan ma anta pabukoan :
Puncak acara ‘ma anta pabukoan’ yang berlangsung sore sebelum berbuka sampai saat shalat tarawih tersebut. Pada saat ini, sang menantu harus meminta maaf dan doa restu menghadapi tibanya hari lebaran.
Jenis Makanan yang dibawa :
Penganan yang dibawa ke rumah mertua tidak bisa berupa makanan yang sembarangan saja. Makanan tersebut harus yang pilihan dan memenuhi bebagai persyaratan., yaitu :
1. Makanan pokok
- rendang/dendeng
- gulai ikan,
- goreng ikan / ikan bakar,
- sup, dan
- kaliyo jengkol,
- penganan ringan serta buah-buahan.
2. Makanan ringan lainnya :
- cende (bubur beras yang dibuat bulat) atau
- konji (kolak), dan agar-agar.
- kue-kue cake (sejenis bolu) dan
- lemang pulut dengan tapai ketan.
Tidak hanya ragam makanan yang harus dipersiapkan, tetapi bahan dan kualitasnya harus yang terbaik. Apabila membawa ikan bakar atau ayam bakar, maka ikan dan ayam tersebut haruslah yang terbesar.
Menu ‘ma anta pabukoan’ tidak lagi harus membawa penganan tradisional. Karena pada dasarnya penganan tradisional pada zaman dahulu merupakan bahan makanan yang paling banyak disukai orang. Sebaiknya ketika membawa makanan itu disukai oleh keluarga yang didatangi. Namun tidak perlu memaksakan diri, katanya.
Bagi seorang Mertua, kedatangan anak cucu ini, merupakan kebahagian yang tiada tara yang tidak bisa diukur dengan uang, apalagi dengan menu makanan.
“Kesederhanaan dan ketulusan hati adalah yang paling utama yang diinginkan seorang mertua,”
Manfaat bagi pengembangan pusaka kuliner :
Ma anta pabukoan ternyata bisa mempertahankan penganan tradisional dari kepunahan sehingga keberadaannya tetap dapat melanjutkan kebiasaan lama baik dalam masalah bumbu maupun bentuk ukurannya.
Sanakku sesama padusi Minang :
Penganan pusaka kuliner, yang sering ditunjukkan dalam bentu “ konji” , yaitu bubur ubi jalar yang dicampur dengan pisang batu dan air gula tebu, mengandung zat perekat. Dalam istilah lain bahasa Minang ‘konji’ juga berarti lem atau perekat. Makna kata ‘perekat’ itulah agaknya yang terkandung pada tradisi ‘ma anta pabukoan’, yakni tak hanya merekatkan jiwa dalam kedamaian bulan Ramadhan antara mertua dan sanak keluarga dengan membawakan mertua bungkusan penganan, tapi juga mempererat tali silaturahmi setelah mereka berpisah tempat tinggal.