Twitter

BUKITTINGGI — Hirwandi Imam & Ery Satria — Bukittinggi kini berjuluk Kota Perjuangan. Sapaan terbaru tersebut dilatarbelakangi eksistensinya dalam berbagai episode perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, terutama masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 1948-1949. Pencanangan sebagai Kota Perjuangan tersebut dilakukan saat upacara peringatan Hari Bela Negara (HBN) 2014, Jumat (19/12) di Lapangan Wirabraja, Bukittinggi. Upacara diikuti jajaran TNI, Polri, korps veteran, keluarga pejuang, DHD 45, Korpri, mahasiswa dan pelajar. Selain itu pada panggung utama juga nampak keluarga Mr. Syafrudin Prawiranegara, sastrawan Taufiq Ismail dan anggota DPR-RI Ade Rezki Pratama yang notabene warga Bukittinggi. Pencanangan Bukittinggi sebagai Kota Perjuangan dilakukan Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon. Menurut politisi Partai Gerindra itu, Bukittinggi memiliki peran yang sangat strategis dalam sejarah perjuangan bangsa. Republik Indonesia belum tentu ada kelanjutannya tanpa Bukittinggi. Sebab, melalui PDRI yang lahir di Bukittinggi eksistensi Indonesia tetap ada walaupun pemimpin bangsa ditawan penjajah. “Bukittinggi memiliki saham yang besar terhadap Republik Indonesia,” kata Fadli Zon menjawab wartawan di sela-sela peringatan HBN yang diwarnai hujan gerimis pagi itu. Saham demikian itu, lanjut dia dalam bentuk perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang pada era PDRI dengan tekad mempertahankan kemerdekaan dan mengusir kolonialis. Mr. Syafrudin Prawiranegara selaku Menteri Kemakmuran yang berada di Bukittinggi saat Yogyakarta diduduki Belanda dan pemimpin ditawan mendapat mandat dari Soekarno dan Mohammad Hatta untuk membentuk PDRI. Setelah pembentukan 19 Desember 1948 di Bukittinggi, barulah perjuangan secara mobile dilaksanakan di Halaban, Koto Tinggi, Sumpur Kudus sampai Bidar Alam. Bukittinggi juga telah melahirkan tokoh-tokoh nasional yang kemudian berkiprah dalam perjuangan bangsa, seperti Agus Salim, Bung Hatta, Hamka dan lainnya. Selain tempat lahir dan ibukota PDRI, Bukittinggi juga mengemban fungsi sebagai ibukota Provinsi Sumatera dengan Gubernur Mr. Muhamad Rasyid, kemudian ibukota Sumatera Tengah dengan daerah Riau, Jambi dan Sumbar serta ibukota Sumatera Barat. Dari peran dan eksistensi yang diemban dari sejarah yang demikian panjang itu, sudah pada tempatnya Bukittinggi ditetapkan sebagai Kota Perjuangan. Pada upacara HBN berlangsung hikmad itu Walikota Ismet Amzis bertindak selaku inspektur upacara. Nilai-nilai kejuangan yang pernah diemban Bukittinggi di masa lampau seolah-olah membahana kembali manakala sastrawan Taufiq Ismail membacakan puisi-pusinya. Pemberian julukkan sebagai Kota Perjuangan bagi Pemko Bukittinggi dan masyarakatnya, menurut Ismet Amzis tidak sebatas menjadi inspirasi, melainkan juga motivasi untuk mengabadikan nilai-nilai sejarah yang pernah diemban di masa lalu. Lalu, Ismetpun menwarkan solusi nantinya akan memasukkan sejarah Bukittinggi di pentas perjuangan era kemerdekaan itu sebagai kurikulum di sekolah-sekolah. “Sejarah kita harus jelas, karenanya semua warga Bukittinggi harus mengetahuinya,” ujarnya. Di Silang Monas Sementara itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bentuk bela negara yang perlu dilakukan saat ini, melawan dan membebaskan bangsa kita dari kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dan ketergantungan. Apalagi, katanya, ancaman terhadap kedaulatan bangsa dari luar tidak hanya bersifat fisik, tapi sudah mengarah pada ancaman multidimensi. Amanat Presiden dibacakan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhy Purdijatno dalam upacara peringatan Hari Bela Negara (HBN) 2014 di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Jumat (19/12) pagi. Bentuk bela negara lainnya, menurut Tedjo Edhy yakni mewujudkan kedaulatan pangan, berdiri di atas kaki sendiri, profesi guru bidan dan tenaga kesehatan di daerah pelosok, perbatasan dan pulau terluar sesungguhnya bela negara. Upacara peringatan Hari Bela Negara diwarnai dengan pengibaran bendera Merah Putih terbesar di Indonesia. Pengibaran bendera ini dipimpin mantan petinju kelas dunia Chris John. Pengibaran bendera dimulai dengan aksi terjun dengan tali dari puncak Monas, menuju ke pelataran cawan Monas yang dilakukan oleh 3 orang anggota TNI. Mereka adalah Letda (inf) Jatmiko, Serda Marpaung dan Serda Joko. Bendera raksasa berukuran panjang 58 meter, lebar 38 meter dan luas 2.250 meter.

Sumber: hariansinggalang.co.id